Yuk Kenali Komedi Stamboel

Yuk Kenali Komedi Stamboel – Di pekarangan sebelah toko Babah Can Cin Hianak sore itu ada rame-rame. Rupanya karyawan toko sedang latihan ‘stambul’. Babah Oei Sing Bi beraksi dengan kostum badutnya. DIa memakai kacamata kemudian melepas bajunya, menyisakan perut yang menyembul keluar. Sontak orang-orang tertawa melihatnya. Dia menirukan tokoh badut Si Ahmat Sokrok.

Kisah di atas adalah kesaksian seseorang yang bernama C Aswotoendo alias B Tjitoroso saat dia melihat latihan teater di kota Blitar pada tanggal 20 bulan Juli tahun 1900. Matthew Isaac Cohen adalah seorang peneliti teater pertunjukan Indonesia asal Australia, mengutip kisah itu dari majalah Bintang Soerabaia. Kisah inilah yang menjadi pembuka penelitian dia tentang teater pertunjukan rakyat Indonesia di pengujung abad 19 hingga awal abad 20.

Komedi stambul, nama yang paling dikenal pada waktu itu, adalah bentuk pementasan teater dengan menggunakan panggung berbingkai atau prosenium. Biasanya sebagai latar adalah layar besar yang ilustrasinya bisa berganti-ganti sesuai dengan cerita yang diinginkan. agen bola

Kru pertunjukan stambul rata-rata lima puluh orang atau lebih. Stambul adalah istilah populer di wilayah kolonial yang berbudaya Melayu. Pada kota-kota seperti Deli, Malaka, Singapura, Betawi, Makassar, dan Surabaya adalah metropolis pada masa itu yang mempertunjukkan seni pertunjukan bergaya seperti pentas-pentas yang ada di Kairo, Istambul, Paris, atau London. Dari sinilah istilah “stambul” berasal. sbotop
Pada masa itu di sebuah kota kecil seperti Blitar bisa terlihat penonton-penonton mulai dari opsir belanda yang mabuk, keluarga priyayi Islam, Cina pemilik toko, orang keturunan Arab yang bersorban, hingga lonte, dan lain sebagainya. https://www.americannamedaycalendar.com/

Pertunjukan yang populer berkeliling seperti stambul inilah yang membentuk wajah budaya populer Indonesia dalam perkembangannya kemudian. Sejarahnya kelompok Komedi Stamboel adalah Surabaya pada 1891. Kelompok ini terdiri dari aktor-aktor berwajah Arab, musisi lokal, dan juragan keturunan Cina. Cerita kisah seribu satu malam dengan musik, efek, dan latar berganti-ganti adalah pentas yang sangat digemari.

Komedi Stamboel, yang awalnya hanya dipertunjukkan secara eksklusif di wilayah Pecinan Surabaya, dalam waktu tak lama berubah menjadi pentas keliling.
Pertunjukan keliling Komedi Stamboel inilah yang kemudian mengundang para pencari keuntungan, biduan, artis, penari didikan istana, hingga orang biasa melebur menjadi kelompok-kelompok pertunjukan keliling yang menemukan istilah lokalnya dengan nama Tobong. Hingga zaman sekarang, ini jejak kesenian tobong walaupun mengalami pasang surut, bahkan sangat surut, belakangan ini, masih menjadi karakter kesenian populer Indonesia.

Seni tobong bukanlah model yang khas dari Indonesia. Pada berbagai belahan di dunia ini model pertunjukan keliling sangat lazim. Tetapi seni pertunjukan keliling yang memiliki unsur keragaman budaya mulai dari bahasa, musik pengiring, cara bertutur, seni gerak dan olah tubuh sampai dengan model dramaturgi yang berbeda adalah hal yang tidak akan dijumpai di wilayah negara lain.
Barangkali hanya pertunjukan wayang kulit, wayang golek, atau wayang beber yang sejarahnya bisa ditarik ratusan tahun sebelum seni pertunjukan tobong berkembang di negara kepulauan Indonesia. Seni pertunjukan keliling baik dalam bentuk seni tradisi maupun seni populer menurut penelitian Matthew Cohen tidak lepas dari peran juragan-juragan keturunan Cina yang menyambut kedatangan kapal-kapal dagang yang berdatangan di kota-kota pelabuhan nusantara. Catatan seorang pelancong dari Eropa di abad ke-17 menceritakan pertunjukan opera Cina untuk menandai kedatangan dan kepergian kapal dagang di pelabuhan-pelabuhan yang ada di pantai utara Jawa. Pada pertunjukan itu sudah menggunakan bahasa Melayu yang menjadi bahasa perdagangan sejak lama.

Tak heran jika dalam perjalanan sejarah kebudayaan populer Indonesia peran keturunan Cina sangat kuat. Bahkan bisa dibilang tidak akan ada kebudayaan Indonesia tanpa peran sponsor, aktor, artis, atau sutradara keturunan Cina.
Siapa orang Indonesia yang tidak mengenal Srimulat. Pertunjukan komedi yang bergaya “Jawa” yang populer sejak tahun 70-an hingga sekarang ini dibentuk oleh Teguh, alias Khe Tjien Tiong. Teguh Karya alias Liem Tjoan Hok, adalah seorang sutradara legendaris film Indonesia yang hingga sekarang sangat diakui kualitasnya. Didik Nini Thowok alias Kwee Tjoen Lian adalah seorang maestro tari tradisional yang diakui oleh dunia. Ian Antono atau Jusuf Antono Djojo alias Jauw Hian Ling adalah gitaris rock yang warna permainan gitarnya memunculkan warna khas Indonesia. Log Zhelebour alias Ong Oen Lok adalah produser musik rock legendaris yang melahirkan sekian banyak legenda musik dari sejak 70-an hingga 90-an.

Sebagai penutup diceritakan sebuah kisah dari Puri Mangkunegaran Solo di akhir abad 19. Pada saat itu Puri Mangkunegaran sedang mengalami krisis karena kegagalan panen kopi dan merosotnya ekspor gula ke eropa akibat kemunculan gula bit dan gula murah dari Amerika. Akibatnya istana tidak mampu lagi menggaji para senimannya yang umumnya adalah penari dan nayaga gamelan. Seniman yang disebut sebagai Langenpraja itu tidak bisa digaji lagi oleh istana. Sebagian para seniman kemudian membentuk kelompok-kelompok untuk keperluan tanggapan atau keliling. Sebagian lagi masih bingung harus bekerja apa.

Gan Kam, seorang pengusaha batik dari Kampung Kemlayan terinspirasi dari pertunjukan Komedi Stamboel yang pernah dia lihat, melihat keadaan itu sebagai peluang. Karena dengan kedekatan sejarah keluarganya pada zaman Perang Jawa, dia mempunyai kedekatan dengan Pura Mangkunegaran. Walhasil dia bisa melobi Pura Mangkunegaran untuk memboyong para abdi Langenprajanya untuk membentuk grup wayang orang yang dia beri nama Wayang Orang Panggung. Panggung prosenium yang dia buat di bekas pabrik batik Singosaren barangkali merupakan panggung wayang orang pertama yang ada di Indonesia.

Singkat kata, Wayang Orang Panggung besutan Gan Kam mampu menyedot banyak pengunjung. Dari koreografi wayang wong istana dimodifikasi oleh Gan Kam agar sesuai dengan selera orang kebanyakan dalam durasi yang jauh lebih singkat. Dialog gaya opera Komedi Stamboel juga dimunculkan dengan porsi yang diutamakan. Aransemen juga diubah agar mampu mengiringi pertunjukan yang pendek dan mampu memberi efek seru yang disukai.

Melihat kesuksesan itu, istana Mangkunegaran tidak tinggal diam. Daripada keliling seperti Komedi Stamboel, wayang orang panggung diberi tempat menetap di Taman Sri Wedari. Secara resmi Wayang Orang Sri Wedari didirikan 1911. Dari kelompok inilah yang kemudian nantinya akan muncul Wayang Orang Ngesti Pandowo pimpinan Ki Sastrosabdo yang merupakan guru dari maestro wayang kulit yang belum ada tandingannya hingga saat ini, yaitu Ki Nartosabdo.

Lecture Bersama Didik Nini Thowok

Lecture Bersama Didik Nini Thowok – Di dalam seni pertunjukan, seorang pemain laki-laki memerankan tokoh perempuan, atau sebaliknya seorang perempuan memerankan tokoh laki-laki merupakan satu keniscayaan—dengan berbagai macam alasan. Bahkan, tradisi yang dinamai lintas gender atau cross–gender ini adalah salah satu tradisi yang sudah ada sejak zaman dahulu di seluruh belahan dunia.

Lecture Performance (ceramah-pertunjukan) ini adalah bagian dari SIPFest (Salihara International Performing–arts Festival) 2018. Yaitu program yang digelar oleh Komunitas Salihara setiap dua tahun pada tahun genap, dan berlangsung selama satu bulan penuh. judi online

Di Lecture Performance ini, Didik Nini Thowok, yang nama aslinya Didik Hadiprayitno, selain berkisah mengenai tradisi lintas gender dalam seni pertunjukan di Indonesia, juga memeragakan tarian dari tradisi cross–gender. sbobet88

Menurut Didik, lewat makalahnya yang berjudul “Tradisi Lintas Gender dalam Seni Pertunjukan di Indonesia”, tradisi cross–gender ini ada di seluruh belahan dunia, baik di Asia, Eropa, dan Amerika.
Sebagai seniman yang memopulerkan seni (tari) lintas gender sekaligus pelaku, Didik Nini Thowok juga belajar tradisi cross–gender dari negara lain. Lewat tari, setidaknya, ia telah mengunjungi 38 negara. www.mrchensjackson.com
Tradisi cross–gender di Eropa, pada abad 14-18, dikenal dengan Commedia dell’arte. Sementara di Jepang ada drama Kabuki yang semua pemainnya laki-laki, dan Nihon Buyo, tari tradisi yang awalnya ditarikan laki-laki yang memerankan perempuan. Juga ada teater Takarazuka yang semua pemerannya adalah wanita. Begitu pula di India, ada tari Kathakali, Kuchipudi, Seraikella (seni tari memakai topeng), dan Gothipua.
Di Tiongkok, Cina, ada Yueju Opera yang semua pemainnya wanita dan memerankan karakter laki-laki serta wanita. Di negara Asia lainnya, seperti Thailand dan Kamboja juga ada tradisi cross–gender ini.
Amerika bahkan memiliki Trockadero Ballet, grup tari cross–gender yang sangat profesional. Semua pemainnya laki-laki yang berperan sebagai wanita dan laki-laki, dalam pertunjukan yang bersifat komedi.
Tradisi cross–gender ini, tulis Didik di makalahnya, juga ada di dalam seni tradisi di Indonesia dari zaman dulu.

Penyebutan untuk istilah cross–gender di Indonesia, sangat lokal. Tiap-tiap daerah memiliki istilah sendiri. Contohnya, di Jawa Timur dikenal dengan istilah Pawestren. Di Bali ada beberapa istilah, seperti Bebancihan, Arja Muani, Gambuh Muani. Di Sulawesi Selatan ada Bissu, dan di Padang dikenal sebutan Ronggeng atau Biduan.
Topeng Cirebon, menurut Didik, merupakan salah satu seni pertunjukan di masyarakat yang mempraktekkan tradisi cross–gender. Topeng Cirebon berasal dari beberapa desa, dan masing-masing mempunyai gaya tari Topeng yang berbeda, seperti Palimanan, Indramayu, Losari, Selangit, Gegesik Kreo. Karakter topeng ini bersumber dari Cerita Panji, yang populer ada lima karakter, yaitu Panji, Pamindo, Tumenggung, Klana, dan Rumyang.
Mayoritas penari Topeng Cirebon adalah perempuan. Maka bisa digolongkan sebagai salah satu seni cross–gender karena karakter topeng yang ditampilkan adalah tokoh atau karakter laki-laki.
Juga ada kesenian rakyat Wari Lais atau Laesan yang berciri cross–gender. Kesenian ini bisa ditemui di daerah Cirebon, Cilacap, Lasem/Rembang. Di kesenian ini ada unsur kesurupan dan mistik. Sayangnya intensitas pertunjukan ini sudah mulai berkurang.
Di Banyumas ada Ronggeng atau Tayub yang kemudian disebut Lengger Banyumas yang biasa diperankan oleh laki-laki dan perempuan. Ciri khas pertunjukan Lengger, yaitu pada bagian akhir sering ditampilkan Tari Baladewan, karakter laki-laki yang diperankan oleh penari Lengger perempuan, yang merangkap sebagai penyanyi.

Selain itu, menurut Didik, masih ada tradisi cross–gender lainnya, seperti Topeng Lengger Wonosobo. Di daerah Malang ada Ludruk, Topeng Malang, dan Beskalan Putri Malangan. Kota Banyuwangi, yang terletak di ujung timur Pulau Jawa dikenal dengan tarian Gandrung. Di Bali tradisi cross–gender dapat dijumpai dalam seni drama Gambuh, Arja, dan tari lepas yang biasanya menggunakan istilah Bebancihan seperti di tari Trunajaya, Panji Semirang, Wiranata, dan Margapati.
Sementara di Padang, Sumatera Barat ada Dramatari Randai dan Ronggeng. Di kesenian ini karakter wanita diperankan oleh laki-laki. Salah satu alasannya, tulis Didik di makalahnya, pertunjukan Randai biasanya diselenggarakan semalam suntuk di lapangan luas. Kalau wanita terlibat pertunjukan sampai pagi akan membuat kesan yang negatif, tidak sopan dan bahaya. Karena itu karakter wanita lantas diperankan oleh laki-laki, yang disebut Biduan.
“Pakai kacamata khasnya, kacamata hitam. Jadi sebenarnya atribut kacamata hitam itu ada di dalam Randai, ada di dalam kesenian Lengger di Jawa Tengah, Jawa Barat. Ada di kesenian Topeng. Jadi Topeng Cirebon itu dulunya, Tumenggung itu pakai kacamata hitam tarinya. Khusus karakter Tumenggung,” jelas Didik.
Tradisi yang mirip Randai yaitu Ronggeng dari Pasaman. Ronggeng memiliki dua arti. Pertama, sebagai bentuk kesenian tari atau seni pertunjukan, dan kedua berarti karakter wanita yang diperankan laki-laki. Ronggeng adalah percampuran Budaya Sumatera dan Jawa, dan biasanya diadakan di perkebunan karet di Pasaman oleh komunitas pekerja perkebunan dari Jawa.
Di Sulawesi Selatan, Bissu adalah pendeta laki-laki cross–gender dari suku Bugis. Fungsi Pendeta Bissu berbeda dengan tradisi cross–gender lainnya, karena Bissu melakukan tradisi ritual dan upacara sakral. Mereka berdandan laki-laki tapi bersuara perempuan.

Menurut Didik, tradisi lintas gender ini juga ada di lingkungan istana. Terutama di Yogyakarta dan Surakarta. Langendriyan adalah salah satu bentuk seni cross–gender dalam drama tari dan nyanyi yang sering disebut sebagai Opera Jawa. Langendriyan popular pada zaman Sultan HB VII-VIII di Yogyakarta, dengan cerita Minakjinggo dan Damarwulan, dan dikenal juga di Istana Mangkunegaran Surakarta.
Juga ada Wayang Wong yang bersumber dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Di Istana Yogyakarta, Wayang Wong mencapai puncak keemasannya di zaman HB VII-VIII, dan semua pemainnya adalah laki-laki. Sedangkan di Surakarta, untuk Wayang Wong hanya peran tertentu, seperti Arjuna, Abimanyu dan lainnya, biasanya diperankan oleh wanita.
Didik berpesan kepada para penari, terutama para penari cross–gender, untuk menunjukkan teknik yang bagus, jangan asal berdandan perempuan dan lantas menari yang lucu-lucu.

Dari Ginza, Ke Kabukiza, Menikmati Kabuki

Dari Ginza, Ke Kabukiza, Menikmati Kabuki – Ginza merupakan wilayah di Tokyo yang tekenal dengan pusat perbelanjaan ternama, di sana banyak ditemui berderet toko dengan rapi memamerkan barang-barang di dalam etalase yang elegan. Ternyata tidak hanya itu saja, di tengah gemerlapnya daerah Ginza kamu dapat menikmati suguhan seni tradisional Jepang di Kabukiza.

Kabukiza merupakan teater atau tempat untuk menonton Kabuki. Teater ini terletak di 4-12-15 Ginza, Chūō-ku, Tokyo. Teater Kabukiza dapat diakses melalui stasiun Higashi Ginza, pintu keluar 3. judi bola
Bangunan ini resmi dibuka di tahun 1889 pada era Meiji dengan stuktur bangunan kayu. Seiring dengan berjalannya waktu Kabukiza mengalami banyak perbaikan. Di tahun 1921 terjadi sebuah kebakaran yang membuat Kabukiza untuk direnovasi, dalam masa perbaikan akibat kebakaran tersebut, di tahun 1923 terjadi gempa bumi besar yang mengakibatkan terjadinya kerusakan lagi.
Akhirnya di tahun 1924 Kabukiza selesai diperbaiki. Tidak berhenti di situ, bangunan ini kemudian rusak akibat serangan udara pada Perang Dunia Kedua, dan kembali diperbaiki pada tahun 1950. sbobet
Dalam kurun waktu 1950-2010 struktur bangunan yang dibangun pada tahun 1950 mengalami kerusakan, sehingga pada tahun 2010 Kabukiza kembali direnovasi selama tiga tahun yang diarsiteki oleh Kengo Kuma. Pada tahun 2013 Kabukiza setelah selesai direnovasi dan kembali dibuka. https://www.mrchensjackson.com/
Meski dibangun dan diperbaiki berulang kali bangunan yang hingga saat ini telah berumur 129 tahun, tidak meninggalkan esensi desain aslinya yaitu bangunan bergaya arsitektural Jepang.

Kabuki merupakan seni teater dengan tampilan kostum mewah tradisional Jepang. Pemain Kabuki biasanya memakai polesan make-up tebal pada wajah mereka sesuai dengan karakter yang akan dimainkan.
Sejarahnya Kabuki dimulai pada tahun 1603 dan telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai intangible heritage of humanity. Kabuki harus dimainkan oleh laki-laki.
Hal ini turun-temurun dilakukan, hanya laki-laki yang bisa menjadi pemain Kabuki namun tidak semua laki-laki dapat menjadi aktor Kabuki. Mereka yang menjadi aktor Kabuki biasanya karena keturunan.

Pertunjukan Kabuki termasuk mahal. Di Kabukiza harga tiket dijual dengan banyak variasi. Jika anda ingin menonton dalam box seats pengunjung dikenakan tarif 21.000 Yen,kemudian penonton dengan first grade akan dikenakan tarif 19.000 Yen, second grade sebesar 15.000 Yen, upper tier A sebesar 6000 Yen, untuk upper tier B 4000 Yen, dan single act sebesar 1600 Yen.
Single act merupakan harga tiket paling murah, penonton dengan single act tiket hanya dapat menonton satu kali, dan satu judul pertunjukan pada hari dan jam yang telah ditentukan, serta bangku yang jauh dengan panggung utama.

Kalau anda tidak dapat mengerti bahasa Jepang, tidak perlu khawatir, Kabukiza menyediakan persewaan alat penerjemah yang dinamakan “G-mark Guide”. Alat untuk menerjemahkan ini meliputi komentar selama pertunjukan, penjelasan mengenai plot, musik, aktor, properti, dan aspek lain terkait dengan Kabuki.
Cukup hanya merogoh kocek sebesar 1000 Yen untuk full show, atau 500 Yen untuk single act dan harus membayar deposit 1000 Yen, tetapi jangan khawatir deposit 1000 Yen akan dikembalikan setelah keluar teater pada saat pertunjukan telai usai.

Ketika kita melakukan sesuatu yang penting pasti kita mengetahui ranah tata keramah yang ada, penting sekali untuk kita ketahui karena menyangkut sopan-santun dan kenyamanan banyak orang. Pertama, penonton tidak diperkenankan untuk mengambil foto selama pertunjukan sedang berlangsung. Kedua, selama pertunjukan berlangsung handphone harap dimatikan.
Ketiga, jangan berbicara apalagi dengan suara keras selama pertunujkan, serta tidak diperkenankan bersender kedepan selama pertunjukan karena hal ini dapat menghalangi penonton lainnya. Keempat, tidak diperbolehkan makan dan minum di dalam teater. Kelima, nikmati pertunjukan sampai selesai.

Mengenal Wayang Wong

Mengenal Wayang Wong – BERAWAL dari dakwah yang dilakukan Sunan Gunung Djati dan Sunan Kalijaga, pertunjukan wayang wong (wayang topeng) –drama-tari yang memakai manusia sebagai objek pertunjukannya– telah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dari kebudayaan masyarakat Cirebon.

Penyebaran wayang pun terus dilakukan hingga dikenal oleh masyarakat Priangan. Rombongan wayang wong dari Cirebonlah yang berperan penting dalam penyebaran tersebut. Pertunjukan wayang wong hingga kini masih terus dilesatarikan, walau hanya ditampilkan dalam acara tertentu saja. sbobet

Sejarahnya, penyebaran wayang wong dari wilayah Jawa Tengah terjadi ketika zaman Mataram Islam (1588-1755). Terdapat kondisi yang serupa di wilayah kekuasaan Mataram saat itu dengan Kesultanan Cirebon, yakni aktivitas penyebaran Islam. benchwarmerscoffee
Wayang Wong Drama Tari Ritual Keagamaan di Istana Yogyakarta, Sunan Kalijaga menjadi tokoh yang paling berperan dalam penyebarannya itu, menurut Soedarsono. Sunan Kalijaga merupakah tokoh selalu dikaitkan dengan penciptaan topeng-topeng untuk pertunjukan wayang wong pertama pada permulaan abad ke-16. premiumbola

Dalam upaya membantu Sunan Gunung Djati menyebarkan Islam di Cirebon, Sunan Kalijaga membuat berbagai tradisi yang disesuaikan dengan kegemaran masyarakat. Salah satunya adalah hiburan dalam bentuk drama pertunjukan. www.benchwarmerscoffee.com
Seni wayang ini semakin diperkuat oleh hubungan baik Cirebon dan Mataram. Pada 1636, Panembahan Ratu berkunjung ke Mataram untuk menemui Sultan Agung Anyakra Kusuma. Setelah melakukan pertemuan, pemerintah Cirebon mengirim seniman-senimannya untuk mempelajari ragam pertunjukan wayang di Mataram.
Namun pada 1678, terjadi kekacauan di Cirebon. Kesultanan Cirebon terbagi menjadi tiga kerajaan kecil – Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan Kacirebonan, dan Kesultanan Kanoman– akibat konflik internal yang terjadi di dalam istana. Situasi semakin tidak menentu saat pengaruh Belanda mulai merambah wilayah tersebut.
“Tetapi tidak berarti bahwa pertumbuhan kesenian di wilayah Cirebon terhenti. Sampai pada akhir abad ke-19, Cirebon masih menjadi pusat pemeliharaan dan pengembangan seni tari yang baik.” tulis Soedarsono.

Hingga pada abad ke-20, kesultanan di Cirebon terus berusaha melindungi dan melestarikan berbagai kesenian tradisional di sana, termasuk wayang wong, dari pengaruh-pengaruh asing. Caranya, dengan menggelar pertunjukan-pertunjukan di tengah masyarakat.
Jika pada sebelumnya pertunjukan wayang wong hanya dilakukan oleh abdi istana, demi menjaganya pemerintah dari masing-masing kerajaan mengeluarkan kebijakan menjadikan wayang wong sebagai kesenian rakyat. Akhirnya banyak desa yang memiliki kelompok pertunjukannya masing-masing.

Terpisahnya Cirebon ke dalam tiga kerajaan membuat masing-masing pemerintahan memiliki kebijakan yang berbeda. Perbedaan itu juga ternyata mempengaruhi ragam pertunjukan yang diangkat oleh tiap-tiap kerajaan.
Dalam Wayang Wong Priangan: Kajian mengenai Pertunjukan Dramatari Tradisional di Jawa Barat, Iyus Rusliana menjelaskan bahwa wayang wong di keraton Kanoman biasanya mengangkat cerita Madayin atau cerita Menak Amir. Para pemainnya tidak menggunakan topeng, dan mereka berbicara sendiri. Sementara dalang berperan dalam membawakan kakawen –nyanyian dalam pertunjukan wayang.

Para pelaku pada umumnya di kalangan seniman rakyat yang selanjutnya menjadi abdi dalem yang diberi garapan tanah. Ada juga di antara mereka yang diberi gelar Nata Parwa. Pada istana Kacirebonan wayang wong dikenal baik sebagai “topeng dalang” karena sang dalang memainkan peran yang besar dalam jalannya pertunjukan. Setiap kali melakukan penampilan, gamelan slendro akan mengiringi musiknya. Cerita yang dipentaskan pun pada umumnya diangkat dari epos Mahabarata.

Pemandangan berbeda tampak terlihat di Kraton Kasepuhan. Tidak seperti di wilayah Kanoman dan Kacirebonan, wayang wong di Kasepuhan dimainkan oleh kelompok rakyat. Secara berkala, mereka diundang untuk mengisi acara-acara penting kesultanan, seperti hari raya Islam, hajatan, dan ruwatan.
Rombongan wayang yang dipimpin dalang Resmi menjadi pertunjukan yang paling terkenal pada masa Sultan Raja Atmaja (1880-1899). Kelompok Surma dan Gegesik selalu menjadi pilihan utama Sultan Raja Sepuh Aluda Tajul Arifin (1899-1942) saat mengadakan acara istana.

“Kisah-kisah yang biasa diangkat dalam pertunjukan wayang wong di Kasepuhan, di antaranya Babad Alas Amer, Somantri Ngenger, Partakrama, Sampang Curiga, Brajamusti, dan Lakon Batara Kala.” kata Iyus.
Awal abad ke-20, wayang wong Cirebon telah dipertunjukkan di kalangan masyarakat umum sampai ke wilayah Priangan. Dalang yang mengadakan pertunjukan di luar Cirebon adalah Ki Kempung dan Ngabehi Natawiguna.

Dalam tulisannya, Javaanse Volksvertoningen, Bijdrage tot de Beschrijving van Land en Volk, Thomas Pigeaud (ahli literatur Jawa dari Belanda) menyebut para pemain wayang wong dari Cirebon telah menjadi kelompok professional yang melakukan kesenian di tanah Priangan pada awal tahun 1900.
“Dalam pertunjukannya mereka mendirikan bangsal dari bambu dan memungut uang masuk dari penonton serta memenuhi perminataan orang yang mengundang dalam acara kriyahan.” pungkas Pigeaud.
Pada saat itu daerah Sumedang, Bandung, Garut, Sukabumi dan Sukapura (sekarang Tasikmalaya) menjadi tempat yang paling sering didatangi kelompok wayang wong dari Cirebon. Masyarakat menyambut baik mereka, dan sangat menyukai penampilannya.
Penampilan dalang yang paling ditunggu berasal dari kelompok Wentar dan Koncer. Dalam melakukan pertunjukan, kelompok Wentar lebih banyak diundang oleh kaum Menak. Sedangkan kelompok Koncer lebih mengutamakan pertunjukan wayang wong di pelosok-pelosok karena lebih dekat dengan kalangan rakyat biasa.

Pada mulanya, pertunjukan wayang wong kelompok Cirebon ini berbahasa Cirebon. Selanjutnya bercampur dengan bahasa Sunda setelah para menak Garut sering mengundang kelompok wayang itu dalam berbagai acara. Mereka melakukan penyesuaian dengan daerah yang dituju agar para penonton dapat mengerti jalan cerita yang dibawakan.
Karena seringnya menampilkan wayang wong diadakan, banyak masyarakat yang kemudian mencoba mendirikan kelompok pertunjukan tersebut. Seperti yang terjadi di Garut dan Sukabumi. Masyarakat di sana mencoba peruntungannya dalam kesenian tersebut. Namun banyak yang tidak beruntung dan berakhir dengan kegagalan.

Wayang Golek Tiba Di Bali

Wayang Golek Tiba Di Bali – Wayang golek masih terbilang mungkin belum populer di wilayah Bali. Namun, oleh Sanggar Paripurna Bona, Blahbatuh, Gianyar, wayang golek dipertunjukan secara modern dengan teknologi efek cahaya dan animasi. Pertunjukan wayangnya pun menggunakan bahasa Indonesia, agar penonton mudah mencerna dan juga memberikan penalaran yang simple. Dengan demikian, penonton pun berkerumun saat wayang golek modern ini tampil mengisi ajang Festival Seni Bali Jani 2019 di depan Gedung Kriya, Minggu (3/11) malam.

Kehadiran wayang golek modern yang satu ini tentu menarik banyak perhatian masyarakat yang berlalu lalang. Terbukti kursi penonton tidak ada yang kosong satu pun, bahkan tidak sedikit pula yang lesehan menikmati sajian dari sanggar asal Bona, Gianyar ini. https://morrowpacific.com/

Menurut Made Sidia, wayang golek ini dikemas dengan teknologi modern menggunakan efek cahaya dan beberapa bayangan animasi. https://www.benchwarmerscoffee.com/

“Ini kreativitas baru, dan baru tiga kali pentas. Saya memang menunggu biar bisa pentas disaksikan oleh masyarakat terlebih di ajang Festival Seni Bali Jani, karena ini garapannya memakai bahasa Indonesia dan musik barat. Jadi semacam teater tapi dengan wayang,” kata Pendiri Sanggar Paripurna, Made Sidia. www.benchwarmerscoffee.com

Garapan seni pementasan kali ini berceritakan tentang ‘Aji Panglimunan’. Sesosok tokoh yang bernama Burisrawa jatuh cinta kepada Dewi Subadra yang telah memiliki suami Arjuna. Saking inginnya memiliki Dewi Subadra, Burisrawa sampai harus bersemedi di Setra Gandamayu untuk memohon kesaktian kepada Dewi Durga berupa Aji Panglimunan atau ilmu untuk bisa menghilangkan diri. https://www.benchwarmerscoffee.com/

Karena begitu kuat pertapaannya, Dewi Durga akhirnya menganugerahkan kesaktian itu kepada Burisrawa, namun dengan sebuah catatan harus digunakan dengan baik dan jangan dipersalahgunakan olehnya.

Usai Burisrawa mendapat kesaktian bisa menghilangkan diri itu, Burisrawa sudah mempunyai niat jahat, yaitu ingin menyelinap ke lingkungan keputrian Dewi Subadra saat Arjuna dan Pandawa sedang pergi bertapa.

Burisrawa pun berhasil mewujudkan niatnya itu dan Subadra dirayu serta dipaksa bahkan disertai ancaman. Tiba-tiba saja Subadra menancapkan keris yang dibawa oleh Burisrawa ke tubuhnya. Subadra meninggal. Burisrawa pun melarikan diri.

“Ada dua pesan yang ingin kami sampaikan di sini. Pertama, anak muda jangan mudah salah paham. Kenali dulu orangnya, jangan cepat menilai seseorang itu orang jahat ataupun musuh. Kedua, jangan menyalahgunakan kekuatan atau kekuasaan. Di kehidupan boleh kita sekolah setinggi-tingginya, tapi akan sangat baik jika digunakan untuk kegiatan positif, bukan untuk hal-hal negatif,” ujar pendiri Sanggar Paripurna, I Made Sidia.

Diakuinya, dalam menciptakan wayang golek modern ini kesulitannya adalah menggerakkan wayang. Sebab satu tokoh wayang harus ada dua sampai tiga dalang yang menggerakkannya. antara dalang harus bisa sinkron bekerjasama dengan baik.

“Jadi tidak boleh dalang itu semaunya, harus kerjasama. Latihan dan persiapannya ini selama dua minggu,” katanya.

Di Bali sendiri, kata Sidia, wayang golek termasuk sebuah kesenian yang baru. Belum banyak yang menggarap. Made Sidia dan Sanggar Paripurna pun sempat menampilkan wayang golek versi modern ini di Pura, yakni di Desa Tojan Gianyar dan Pura Penulisan. Awalnya, dia sempat merasa pesimis apakah wayang golek modern dengan berbahasa Indonesia ini bisa diterima dikalangan masyarakat atau tidak.

“Di pura justru orang kaget, kok bisa ada wayang begini? Masyarakat ternyata sangat senang bahkan ditunggu sampai terakhir oleh masyarakat. Setelah ini, saya akan kembangkan lagi di masyarakat dan di sekolah-sekolah,” tandasnya.