Dalang Indonesia Membuat Pertunjukkan Wayang di Australia

Dalang Indonesia Membuat Pertunjukkan  Wayang di Australia – Budaya Indonesia tidak selalu identik dengan batik dan makanannya. Dunia pula mengenal Indonesia lewat pertunjukan wayang. Pernahkah kamu melihat pertunjukan wayang? Atau pernah mendengar karakter Hanoman si monyet putih?  Wayang ternyata juga dikenal di Australia. Salah satu yang mengenalkan kesenian dari Indonesia itu adalah Sumardi Sabdho Carito.

Walaupun namanya sudah mendunia, pendalang nusantara Sumardi Sabdho Carito dari Yogyakarta melihat bahwa warga Indonesia tidak begitu peduli dengan perkembangan perwayangan di Tanah Air. Ia justru merasa bahwa Australia merupakan lahan segar yang memberikannya keleluasaan untuk melestarikan budaya wayang. Lulus dari Institut Seni Indonesia Yogyakarta dengan jurusan pendalangan, Sumardi merupakan sosok ‘langka’. Sebelum serius menjalani karir pendalanganya, ia mengawali karirnya di perusahaan asuransi. taruhan bola

Dalang Indonesia Membuat Pertunjukkan  Wayang di Australia

Sumardi merupakan seorang sosok yang memiliki kecintaan yang teramat besar terhadap dunia perwayangan. Dalam tur yang dilakukannya ke berbagai sekolah dari tingkat pre-school hingga SMA, ia berusaha memberikan cerita yang berbeda dengan pesan moral yang memberikan pelajaran hidup. Menurutnya, wayang adalah refleksi dari karakter manusia di dunia. sbobet365

Saat dirinya datang ke Sekolah Taman Kanak-Kanak, ia akan menggunakan wayang kancil atau animal puppet. Hal ini membuatnya dapat berkomunikasi dengan mudah kepada anak-anak. Tidak hanya itu, ia pun menceritakan kisah wayangnya dalam Bahasa Inggris agar dongengnya bisa dimengerti. www.americannamedaycalendar.com

Ada sejumlah alasan mengapa dalang Sumardi Sabdho Carito lebih memilih memperkenalkan wayang kepada anak-anak di Australia. Ia tidak hanya menampilkan pertunjukan wayang kepada anak-anak di sana, tapi juga mengajarkan mereka cara membuat benda itu dari bahan-bahan sederhana.

Hampir setiap tahunnya, Sumardi datang ke Australia untuk berkunjung ke sekolah-sekolah dasar dan membawa wayang. Ia sudah melakukan kegiatan itu selama sembilan tahun. Negeri Australia bukanlah tempat yang asing bagi Sumardi. Lewat kolaborasinya dengan sebuah organisasi bernama Culture Infusion, ia sudah berkeliling ke Port Hedland di Australia Barat hingga Cairns di negara bagian Queensland. Adalah Cultural Infusion, sebuah agen budaya Australia yang berbasis di Collingwood, negara bagian Victoria, yang mengundang Sumardi untuk memperkenalkan wayang kepada anak-anak di sana.

Dalang Indonesia Membuat Pertunjukkan  Wayang di Australia

Masa Depan Wayang

Saat upaya untuk memperkenalkan wayang di Australia oleh Sumardi ditanggapi dengan baik, Sumardi mengaku pesimis jika wayang di negeri sendiri akan mampu mendapatkan tempat di hati anak-anak Indonesia.

Menurut Sumardi, salah satu penyebabnya adalah kondisi ekonomi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat di Jawa yang kurang mencukupi untuk bisa ‘nanggap wayang’. Padahal menurutnya untuk ‘nanggap wayang’ ini membutuhkan biaya yang tinggi.

“Berkembangnya teknologi canggih dengan game-game yang dianggap modern menarik kalangan generasi muda, sehingga wayang dianggap kuno,” ujar Sumardi.

“Yang tak kalah penting adalah adanya anggapan dari agama dan aliran yang menganggap wayang adalah hal yang dilarang… bahkan banyak agama atau aliran agama yang mengkriminalisasi wayang atau pertunjukkannya.”

Sumardi juga menyebutkan sejumlah faktor yang membuatnya pesimis bahwa wayang bisa digemari anak-anak Indonesia. Misalnya, semakin kurangnya tempat luas untuk pertunjukkan, serta waktu pagelaran yang biasanya malam hari sehingga orang tua melarang anak-anaknya menonton wayang.

Sumardi terus berharap agar bisa melaksanakan program ‘Cultural in Education’ dengan proyek ‘Ayo Nonton Wayang’ kepada murid-murid di Indonesia.

Memperkenalkan budaya asing

Cultural Infusion adalah satu dari sejumlah agen budaya di Australia, yang berupaya untuk mengajak anak-anak dan para guru untuk lebih membuka wawasan soal dunia dan keberagaman budaya yang dimiliki negara-negara di dunia.

Dari hasil penelusuran di situs resminya, organisasi ini memiliki banyak program untuk memperkenalkan budaya-budaya asing kepada murid-murid di Australia, termasuk budaya Indonesia.

Budaya Indonesia bahkan masuk dalam daftar budaya yang popular untuk dipelajari anak-anak di Australia.

Selain wayang, ada pula program memperkenalkan budaya dan kehidupan di Bali, mempelajari tarian Merak, musik gamelan, dan lainnya.

Program itu ditujukan tidak hanya mereka yang duduk di kelas satu hingga enam sekolah dasar, tapi di sekolah menengah. Durasi program biasanya digelar minimal satu jam. Ada pula yang satu hari selama jam sekolah.

Biaya bagi murid berkisar 6 hingga 13 dolar Australia atau sekitar Rp 60 hingga Rp 130 per orang.

Sumardi mengaku jika ia belum pernah memperkenalkan wayang kepada anak-anak di Indonesia karena terbentur sejumlah kendala.

“Fasilitas sekolah tidak selengkap di Australia untuk menggelar pertunjukkan wayang,” ujar Sumardi saat dihubungi Erwin Renaldi dari ABC Australia Plus di Melbourne.

“Kedua, birokrasi untuk memperkenalkan wayang masih bertele-tele, banyak kepala sekolah dan guru yang tidak mengizinkan memperkenalkan wayang di sekolah,” tambahnya.

Sumardi mengatakan jika dalam hati kecilnya ingin sekali memperkenalkan warisan budaya wayang kepada anak-anak Indonesia sendiri, tetapi ia mengaku membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.

“Saya pernah mencoba mengajukan proposal ke salah satu perusahaan di Indonesia untuk mendukung program saya, ‘Cultural in Education’ dengan misi ‘Ayo Nonton Wayang’, namun belum ada tanggapan sampai sekarang.”

Dengan tawaran yang datang dari Australia, Dalang Sumardi seolah mendapat kesempatan untuk memperkenalkan budaya wayang kepada generasi muda, meski bukan dari tanah kelahirannya sendiri.

Di Australia, Sumardi mengatakan telah memperkenalkan wayang kulit, wayang kancil, wayang golek, hingga seni tari.

“Pada tahun 2014 saya membawa instrumen gamelan kendang dan gender. Tujuannya untuk memperkenalkan salah satu musik yang mengiringi pertunjukkan wayang kulit,” jelas Sumardi yang lulus dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.

Sumardi mengaku jika murid-murid sekolah dasar berserta para guru menanggapi budaya wayang asal Indonesia dengan positif. Menurut pria kelahiran tahun 1966 tersebut, mereka menganggap bahwa budaya wayang adalah sesuatu yang unik dan menarik.

Ia pun seringkali dibanjiri pertanyaan soal wayang dari para murid, yang berasal dari kelas satu dan enam sekolah dasar.

Nasib Semu Budaya Wayang

Apabila kita cukup jeli untuk melihat lingkungan sekitar di Indonesia, mungkin kita akan kesulitan untuk mencari pendalang. Hal ini dikarenakan tidak banyak pendalang yang ingin meneruskan profesi yang mulia ini. Faktor terbesar ialah frekeunsi pementasan wayang yang sangat berkurang. Selain itu, dukungan pemerintah yang minim untuk melestarikan budaya ini serta lahan yang tidak memadai.

“Sekarang, setiap ada lahan kosong langsung dijadikan perumahan. Jadi, seseorang mungkin mempunyai uang untuk menonton wayang, tetapi tempat untuk mementaskan pertujukan tersebut tidak ada,” katanya.

Sedih sekali untuk mendengar hal ini datang dari seseorang yang ingin melestarikan budaya Indonesia yang sudah mendunia. Biaya yang tinggi serta keinginan dari para generasi muda untuk menjadi pendalang juga berkurang. Hal ini terjadi karena profesi ini tidak bisa menjadi menyokong kebutuhan kehidupan sehari-hari.

“Tak kenal maka tak sayang. Generasi sekarang tidak mengenal wayang. Jenjangnya sudah terlalu jauh. Padahal, wayang itu memberikan tuntunan moril.”

Suka duka Sumardi memperlihatkan semangat seorang individu dalam memperjuangkan kelestarian budaya Indonesia. Hambatan serta pesimisme pasti akan melanda. Akan tetapi, kedua hal itu tidak menjadi alasan justru menjadi senjata yang paling ampuh untuk mencapai objektif yang diinginkan.